ARSWENDO ATMOWILOTO: Selama Ada Pewarta, Pasti Ada Peristiwa, dan Pasti Ada Berita

PEKANBARU (RiauInfo) - Pewarta, tidak selalu berarti harus wartawan dan memiliki kartu pers, menjadi penentu, pemberi warna pemberitaan. Gunung meletus, bukan berita, bukan peristiwa kalau tidak ada pewarta. Apakah letusannya ketus, atau biasa-biasa saja, atau perlu siaga, pewarta yang akan menentukan tingkat dramatisasinya.
Hal itu dikatakan penulis beken nasional, Arswendo Atmowiloto saat menjadi pembicara pada pelatihan "Jurnalisme Sastrawi" untuk reporter di Pekanbaru, Sabtu (25/7) di Hotel Pangeran, Pekanbaru. Pelatihan ini digelar oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). "Barangkali ini sebabnya, kasus Manohara, gadis yang diperistri temenggung Kelantanmenjadi heboh, sementara nasib Tenaga Kerja Wanita yang jauh lebih sengsara, diperkosa dan bukan oleh suami, dan lebih berjuta kali jumlahnya, hanya nongol sesekali," ujar penulis mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor ini. Dalam hal ini menurut dia berlaku Name make news (nama yang menjadi nilai berita). Karena nama Manohara, bahkan nama Syeh Puji lebih dikenal berita mereka jadi punya nilai jual. Seluruh berita yang terkait Manohara atau Syeh Puji, pasti akan dilalap public. Arswendo juga mengatakan, jurus apapun dalam jurnalisme, sangat tergantung media dimana dia bekerja. Sulit dibayangkan Tom Wolfe bisa menulis dengan leluasa, kalau tidak didukung medianya. Lebih sulit membayangkan seorang Truman Capote yang memerlukan waktu 5 tahun, 4 bulan, 28 hari untuk menyelesaikan In ColdBlood, atau pewarta foto dari National Geographic berada di Ujung Kulon tujuh bulan untuk mendapatkan potret seekor badak.(ad)

Berita Lainnya

Index