Bus wanita : Antara solusi pelecehan seksual dan arogansi birokrasi Oleh: Idral Amri (Kuala Lumpur)

Beberapa hari belakangan ini, ada sesuatu yang lain di Riau yang beritanya sampai ke negeri jiran, betapa bagusnya ada system baru yang mula pertamakali diperkenalkan di Riau untuk melindungi perempuan dari pelecehan seksual yang selama ini memaharejalela di berbagai daerah, bahkan cara ini jauh lebih maju dan cerdas dari segi pemikiran dan system yang digunakan, bahkan tidak tanggung-tanggung kerajaan Malaysia yang sebelum ini, mengusulkan penggunaan cawat besi (pelindung besi) untuk perempuan, dengan adanya ide ini kemungkinan kerajaan akan mengkaji ulang system perlindungan untuk wanita dan salah satu referensi kemungkinan mereka akan coba terapkan juga system ini, mengingat system yang digunakan ini cukup efektif dan lebih fleksibel bagi wanita dalam menjalalankan aktifitasnya.
Tidak dapat dipungkiri, salut kita sampaikan kepada pencetus ide ini, karena ketajaman naluri bisnis yang melihat betapa ada potensi ekonomi yang bisa diperoleh, apabila system ini diwujudkan, ini dimungkinkan karena rasio jumlah perempuan yang lebih banyak dari jumlah laki-laki, tentu juga didasari pemikiran rasa kemanusiaan dan pemahaman keagamaan yang memadai untuk melindungi kaum hawa dari para kriminal seks yang semakin meluas dan menjadi biasa dikehidupan masyarakat saat ini, tentu kita tidak menginginkan anak, saudara dan istri kita disenonohi oleh orang lain, bukan? Untuk itu, sudah sepatutnyalah rencana cerdas ini mendapat tempat sepatutnya dan dijabarkan secara bijak oleh para birokrat yang memang seharusnya memberikan tumpuan utama bagaimana menciptakan system transportasi yang aman, nyaman dan islami, bukan mengangkangi dan menyalahkan pencetus ide ini, atau bahkan tidak memberikan solusi kepada ide bijak yang diusulkan ini, pemerintah terutama dishub, melalui komentar kepala dinas perhubungannya pria budi di detik.com, yang mengatakan bahwa sepertinya dari awal mereka tidak menyetujui akan adanya system transportasi bus wanita ini, kira-kira begini komentar kepala dishub, karena sedikitnya penumpang yang menaiki buis perempuan tersebut, karena diletakkan pada jalur sepi, lebih kurang komentar staff dishub itu sebagai berikut, “Sudah saya katakan bahwa tidak ada penumpang dijalur itu, sementara tidak mungkin kita menambah armada baru dijalur padat penumpang, tapi pengusahanya ngeyel”, alangkah naifnya cara beripikir seorang birokrat yang seharusnya memandang system ini sebagai “entry point” untuk memperbaiki system per-transportasion bukan mematahkan semangat penggagas yang cerdas, sepertinya pemerintah ketandusan ide, sekali lagi tidak bisa melihat dan membedakan mana system yang baik untuk diguna pakai, dan mana system yang kurang baik yang perlu diperbaiki, kita melihat betapa lemah dan tumpulnya cara berpikir para birokrat, persis seperti katak didalam tempurung, ibarat yang gagah hanya saya sahaja, yang berkuasa hanya saya sahaja dan sayalah sang raja diraja, penentu kebijakan apapun jua, sungguh merupakan gambaran arogansi kepemimpin yang tidak layak untuk dipertahankan, karena jelas-jelas mengkebiri rasa aman, nyaman dan kepercayaan warganya, bukankah pemimpin itu seharusnya melindungi rakyatnya? Sebagai seorang pemimpin dan birokrat yang baik, semestinya mereka berterimakasih kepada pencetus ide ini, bukan mematahkan semangat mereka, bukan memberikan jawaban ketus seperti itu, alangkah naifnya jawaban staf dishub tersebut, menggambarkan cara berpikir yang jauh dari matang, alangkah baiknya kalau birokrat, berpikir dan berencana, bagaimana membuat jalur padat itu menjadi lebih aman dan selesa bagi penumpang yang memerlukan armada tersebut untuk transportasi kehidupan mereka. Ada beberapa pemikiran yang bisa kita usulkan, yang intinya adalah bahwa kenyamanan dan keamanan menjadi prioritas utama pemerintah dalam rangka pngembangan sarana transportasi yang memadai untuk warganya, kalau berdasarkan perhitungan teknis dilapangan memang belum memungkinkan untuk menambah armada transportasi, alangkahnya bijaknya kalau pemerintah mencoba opsi lain, dengan tetap mengutamakan kenyamanan dan keamanan, seperti kebijakan prosentase angkutan wanita dengan lelaki, jadi ada satu policy pemerintah yang menjamin dan melindungi hak-hak warga negaranya untuk memperolehi kehidupan yang layak, aman, dan nyaman, terutama untuk jalur padat yang dijam-jam padat berdesak desakan, dimana tangan-tangan jahil memulai kejahatan seksual mereka, sudah seharusnya disetiap rute yang dilalui bus atau angkutan lainnya, mempunyai armada khusus wanita, sehingga ada pilihan bagi para wanita untuk berpergian keluar rumah secara aman, caranya sangat sangat simple, dibuatkan payung hukum dalam bentuk undang undang per-transportasian daerah, yang diterjemahkan dalam perda dan setelah itu hanya dengan mengumpulkan para pemilik armada atau koperasi armada, dan memberikan penjelasan bahwa ada peraturan baru, bahwa disetiap rute diharuskan ada armada perempuannya, dimisalkan setiap rute harus 30% armadanya adalah khusus wanita dan sisanya boleh armada umum. Dengan system ini tidak harus menambah armada angkutan yang sedia ada, tapi hanya kebijakan untuk menentukan berapa banyak bus perempuan yang diperlukan disetiap rute, jadi kepada pemilik bus yang ada, hanya ditawarkan berapa buah bus nya yang akan dijadikan bus perempuan, dan dilakukan pengecatan ulang, untuk memberikan tanda untuk bus yang diperuntukkan untuk wanita, sedang bus lainnya tetap dibiarkan seperti sedia kala, karena bus umum juga diperlukan untuk pasangan suami istri dan anak-anak muda yang lagi berkasih-kasihan, mereka akan memilih bus umum, jadi ada pilihan bagi wanita untuk berpergian, apakah menggunakan bus umum atau bus khusus wanita, sehingga rasa aman, nyaman dan tertib akan terjamin secara baik. Penulis adalah anak Riau, peserta Program PhD/ Postgraduate Researcher MRU, Fac of Chem & Nat Res Eng, UTM Malaysia. Email: [email protected]
 

Berita Lainnya

Index