Greenpeace mengakhiri aksi damai 26 jam di Riau.

PEKANBARU (RiauInfo) – Greenpeace hari ini mengakhiri aksi damai 26 jam yang dramatis di fasilitas bongkar-muat perusahaan pulp dan kertas Asia Pulp and Paper, yang dimiliki Sinar Mas. Greenpeace menjuluki perusahaan ini sebagai aktor utama penghancur hutan dan iklim di Indonesia.
Aksi damai yang dilakukan oleh aktivis dari sebelas negara berbeda, termasuk Indonesia dan Amerika Serikat, telah berhasil menarik fokus dunia internasional pada peran penting yang dapat dimainkan oleh Presiden SBY dan Kepala Negara lainnya untuk mengakhiri penghancuran hutan tropis untuk mencegah kekacauan iklim. Berkomitmen untuk menyampaikan secara langsung pesan mereka kepada Presiden SBY dan para pemimpin dunia lainnya, Greenpeace menyatakan bahwa ribuan orang di seluruh dunia telah mengirimkan petisi dan surat kepada pemimpin negara RI, mendesak beliau melakukan tindakan segera untuk menghentikan penghancuran hutan dan lahan gambut di Indonesia, yang merupakan kontributor terbesar emisi Indonesia. “Sepuluh hari menjelang konferensi iklim yang sangat penting di Kopenhagen, Presiden SBY memiliki kesempatan yang unik untuk mengukir sejarah dan mengumumkan penghentian deforestasi, sekaligus menunjukkan suatu kepemimpinan yang sejauh ini gagal ditunjukkan oleh pemenang Penghargaan Nobel seperti Presiden Obama,” demikian dikatakan Von Hernandez, Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara. “Aksi damai kami di Sumatera dalam lima minggu terakhir menunjukkan kepada para pemimpin dunia bahwa perlindungan hutan merupakan bagian penting dari solusi jika masyarakat dunia ingin mencegah terjadinya kekacauan iklim. Bumi kita tidak dapat lagi menenggang hilangnya hutan lebih banyak lagi sebagaimana pemimpin dunia tidak dapat lagi menenggang hilangnya waktu lebih banyak lagi untuk menghasilkan perjanjianiklim yang adil, ambisius dan mengikat secara hukum di Kopenhagen bulan Desember ini, yang memasukkan komitmen untuk membentuk pendanaan global untuk mengakhiri deforestasi di negara seperti Indonesia. Kami akan terus mendesakkan tuntutan kami ini sampai para pemimpin dunia tersadar dari penyangkalan atas kenyataan yang tak terbantahkan dari permasalahan ini,” demikian tambahnya. Pada 12 November Greenpeace melakukan aksi damai terhadap APRIL, pesaing APP, menunjukkan penghancuran terus menerus yang mereka lakukan di lahan gambut yang sangat rentan di Semenanjung Kampar di Pulau Sumatera. Minggu lalu, Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan, memerintahkan APRIL menghentikan penghancuran hutan di kawasan konsesi seluas kurang lebih 56.000 hektar sambil dilakukannya kajian terhadap perijinan perusahaan. Menyusul aksi damai hari ini, delapanbelas aktivis Greenpeace dari Indonesia dan belahan dunia lainnya saat ini menjalani pemeriksaan polisi. Duabelas aktivis memblok derek di dermaga bongkar-muat perusahaan kemarin untuk memghentikan ekspor pulpnya, dan membentangkan spanduk bertuliskan: ”Penghancuran Hutan: Anda dapat Menghentikan ini”. Empat orang aktivis tetap bertahan di salah satu derek selama 26 jam, sampai mereka dihentikan oleh polisi. Aktivis tersebut berasal dari Indonesia, AS, Kanada, Australia, Selandia Baru, India, Swiss, Belgia, Jerman, Filipina, dan Belanda. Aksi Greenpeace ini dilakukan di tengah hangatnya upaya terus menerus oleh Presiden AS Obama dan pemimpin dunia lainnya untuk mengecilkan harapan di konferensi iklim Kopenhagen, dengan terlalu dini menyatakan bahwa dunia sebaiknya hanya berharap hasil berupa pernyataan politik saja, dan bahwa keputusan penting untuk menghasilkan perjanjian yang mengikat secara hukum ditunda kemudian. Pemerintahan Obama kemarin juga mengumumkan bahwa Obama akan datang di pertemuan iklim di Kopenhagen pada tanggal 9 Desember, lebih dari satu minggu sebelum para pemimpin dunia lainnya hadir untuk menunjukkan komitmennya membentuk perjanjian iklim yang ambisius dan menyeluruh. “Sekali lagi, kami harus mengatakan kepada Presiden Obama, ‘Kota yang benar, tanggal yang salah.’ Greenpeace mendesak Presiden Obama untuk hadir pada 18 Desember, menunjukkan komitmen AS terhadap kebijakan yang diperlukan dunia, sehingga dia pantas menerima Penghargaan Nobel Perdamaian. Sejauh ini Presiden Obama tidak memberikan apapun kepada dunia dalam hal ini selain retorika. Kami mendesak Obama mengambil kesempatan untuk memimpin sejawatnya menuju suatu terobosan penting di Kopenhagen, dimulai dengan satu komitmen untuk menyediakan pendanaan internasional untuk adaptasi, mitigasi, dan perlindungan hutan – semua komponen penting untuk bisa mendapatkan kesepakatan dengan negara berkembang,” kata Stephanie Hillman, seorang aktivis asal AS yang ditahan untuk diperiksa di Riau. Indonesia merupakan penyumbang ketiga terbesar gas rumah kaca setelah Amerika Serikat dan Cina, yang berasal dari penghancuran terus menerus hutan alam dan lahan gambutnya(5). Dalam lingkup global, satu juta hektar hutan dihancurkan setiap bulannya(6) – setara dengan satu lapangan bola setiap dua detik. Satu dana yang memadai mendesak disediakan untuk menghentikan penghancuran hutan tropis di Indonesia dan di belahan dunia lainnya. Hal ini harus menjadi bagian utama dari perjanjian iklim.(ad)

Berita Lainnya

Index