KOLOM FEBRIYO HADIKESUMA Jalan Raya sebagai Agen Program Pikiran Yang Keliru

PERNAHKAH Anda mendengarkan adanya istilah “program pikiran”?. Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut merupakan hal yang baru dikenal, namun tentunya tidak bagi kami praktisi dunia pikiran maupun praktisi dunia mind therapy. Nah, kali ini saya akan mengajak anda semua melihat kasus program yang keliru dan hadir ditengah kita saat ini. 

Kali ini saya tertarik untuk mempelajari keunikan problematika sosial kita terutama bagaimana terciptanya suatu prilaku yang tidak lain tercipta karena adanya pemrograman pikiran ditengah masyarakat kita, orang Pekanbaru yang katanya peduli dengan budaya dan pengembangan sumber daya manusia. Masih segar dalam ingatan kita sebelum menjelang akhir tahun 2008 yang lalu salah satu ruas yang ada di daerah Rumbai mengalami pemugaran, lebih tepat agaknya kalau kita katakan ada penambahan pembatas jalan. Kalau nak jelas lagi, tengoklah di depan Hotel Mutiara Merdeka di Jalan Yos Sudarso, itulah ruas jalan yang saya maksudkan. Penambahan beton yang ada di tengah jalan itu patut untuk disyukuri, karena sejak adanya penambahan beton tersebut jumlah kemacetan sudah lumayan berkurang. Kalau umumnya kita perhatikan setiap sore akan ada kemacetan yang cukup tinggi maka sekarang alhamdulillah sudah mulai “mereda” macet nya. Nah, ternyata penambahan bagian di tengah jalan tadi mendapat banyak kontroversi yang beredar ditengah masyarakat kita, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan alasan “lebih mantap kalau ramai”. Hehe... ntahlah ye... nah eloklah saya sampaikan cerita pada waktu malam tahun baru saat saya baru sampai dari Padang setelah memberikan materi training Hypno-Education. Malam itu saya nak balek ke kediaman orang tua dan melewati ruas jalan itu pastinya. Pertanyaan yang akan saya ajukan kepada pembaca semua, syukur-syukur jika ada orang maupun pihak terkait yang ikut membaca artikel ini seperti aparat kepolisian dan perhubungan. Apa hukumnya dalam dunia lalu lintas kalau ada pengendara yang melanggar suatu rambu-rambu lalu lintas? Apa pula hukumnya bagi seorang penegak hukum dalam menegakkan peraturan yang ada. Apa konsekwensi yang diterima aparat hukum jika ternyata aturan yang harusnya ditegakkan malah ikut melorot karena mereka. Mohon maaf sebelumnya jika artikel ini terasa menyudutkan salah satu pihak. Seperti yang saya katakan diatas bahwa apa yang saya ajukan tidak lain adalah sebagai bahan untuk kita berbenah dengan mempelajari suatu kasus yang terjadi di tengah-tengah kita. Ok, kembali ke laptop (istilah nya wak tukul). Jadi, cobalah rekan-rekan sekalian perhatikan sesekali ruas jalan yang saya maksud. Di setiap pangkal pembatas jalan tersebut (depan Hotel Mutiara Merdeka dan depan Pom Bensin Leighton)bisa kita temukan tanda dilarang memutar balik. Artinya itu jalan akan dijadikan satu arah kan? nah yang menariknya adalah justru banyak sekali ditemukan bahwa masih bejibun kendaraan yang berputar disana baik itu motor atau mbahnya motor (istilah yang saya gunakan untuk mobil). Peraturan di buat untuk dilanggar. Pastinya akan ada alasan seperti itu. Ya, ok lah kalau memang seperti itu. Tapi cobalah tengok dengan seksama bahwa tulisan dilarang memutar jalan itu pun tak jauh dari yang namanya kantor polisi dan bukan pos polisi. Mungkin tak selamanya orang idealis bisa bicara bebas namun orang idealis pula yang membentuk negara ini bukan. Pertanyaan saya... kok malah tidak ada ya petugas yang berjaga dan menertibkan “keunikan” yang terjadi di depan kantor mereka?. Apakah ini wujud untuk merubah budaya yang kurang tertib ? apakah ini yang namanya peduli pada pengembangan sumber daya manusia atau istilah “pengembangan SDM, menciptakan budaya yang baik” hanya sebatas kamuflase untuk kalangan tertentu saja? Nah, sobat pembaca. Percaya atau tidak, penambahan pembatas jalan yang kalau diperhatikan bertujuan untuk membuat jalan Yos Sudarso menjadi satu arah rasanya sudah sangat baik dan sayangnya pengaruh adanya plang dan aparat yang harusnya bertindak untuk setiap pelanggaran terhadap plang tersebut belum begitu terasa penting. Sadar atau tidak, sesungguhnya lingkungan kita juga ikut memprogram terjadinya sikap degradasi moral dan pola pikir. Bagaimana menurut anda? Febriyo HadikesumaPenulis buku "Be Brilliant and Productive", Mahasiswa Elektronika dan Instrumentasi UGM, Presiden Pelita Hati, Murid Bimbingan CEO Sari Husada, Trainer Hypno Education
 

Berita Lainnya

Index