MS Kaban: Tuduhan Walhi Asbun

[caption id="attachment_12965" align="alignleft" width="194"]MS Kaban: Tuduhan Walhi Asbun MS Kaban: Tuduhan Walhi Asbun[/caption] JAKARTA (RiauInfo) - Mantan Menteri Kehutanan MS Ka’ban menilai tuduhan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), terhadap indikasi korupsi dan gratifikasi terkait penerbitan izin Hutan Tanaman Industri (HT) di Riau menunjukan Walhi tidak berkualitas. Sebab tuduhan yang disampaikan ke KPK, tidak disertai fakta kuat, hanya sekedar bunyi dan menyebut nama orang, dengan tujuan untuk dipublikasikan. “Beberapa kali Walhi menuduh dan melaporkan ke KPK, tapi tidak benar dan tidak ada yang terbukti. Itu menunjukkan kebodohan aktivis Walhi. Walhi ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Saya malu memiliki aktivis Walhi yang tak berkualitas, “ ujar MS Ka’ban, di Jakarta, Ahad (21/2). Ka’ban berpendapat aktivis Walhi tak mengerti persoalan, tapi berkali-kali melakukan tuduhan dan mengekspose ke media tanpa disertai pengetahuan dan fakta yang memadai. Ka’ban menilai sikap Walhi tersebut menunjukkan kebodohan, tapi sok berjuang. Seharusnya Walhi malu terhadap diri sendiri, yang tidak mengerti pesoalan karena berkali-kali mengajukan tuntutan tapi tidak bisa dibuktikan. “Walhi membedakan hutan lindung dan kawasan lindung saja tidak bisa. Kalau tidak punya ilmu jangan sok, Walhi harus banyak belajar, mempelajari peraturan UU tentang kehutanan. Walhi jangan sok hebat dan sok pahlawan, “ ujar Ketum DPP PBB itu. Ka’ban juga mempertanyakan tuduhan gratifikasi. Sebab Kaban mengaku dirinya sama sekali tidak memiliki saham atau kaitan keluarga dengan pemilik perusahaan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP). “Dimana tuduhan gratifikasnya? Kolusi apa? Saya ga punya saham disitu, keluarga saya juga tidak bekerja disitu. Kalau ada gratifikasi, tunjukkan buktinya. Kalau tidak bisa, berarti memfitnah, “ ujarnya. Atas tuduhan tak mendasar itu, Ka’ban mempertimbangkan akan mengajukan langkah hukum atas tuduhan Walhi yang dianggap mencemarkan nama baiknya tersebut. Saat ini sudah sejumlah pengacara yang siap mendampinginya, namun Kaban masih memberikan kesempatan dan menghormati aktivis Walhi yang masih berusia muda. “Saya lihat mereka masih muda ingin kreatif dan insiprasi. Saya tetap menghormati kebebasan mereka. Lebih jauh Ka’ban menegaskan kualitas aktivis Walhi saat ini berbeda dengan kualitas aktivis Walhi pada era Emy Hafidz. Kaban melihat Walhi saat ini diisi oleh orang-orang tong kosong nyaring bunyinya. “Karena itu wajar perjuangan Walhi tanpa hasilnya hingga sekarang. Ka'ban menjelaskan penerbitan SK No.327/Menhut II/2009, bertujuan untuk melindungi kawasan kehutanan dari pencurian kayu dan ada badan hukum (pemegang konsesi) yang menjaganya. “Kalau pemegang konsensi langgar aturan, tinggal dituntut saja. Tapi kalau tidak diberikan izin kepada pemegang konsesi, kalau terjadi pencurian kayu, siapa yang mau dituntut, “ ujarnya. Menyoal perbedaan luas wilayah hutan yang diberikan izin kepada pemegang konsesi dari 115 ribu hektar menjadi 122 ribu hektar itu persoalan teknis. “ Ka'ban meminta pimpinan KPK untuk segera mengklarifikasi nama MS Kaban ke publik. Sebab tuduhan yang dilakukan Walhi tidak terbukti. Jika KPK tidak klarifikasi, sedangkan Walhi berkali-kali menuduh, maka akan terbentuk opini negative kepada dirinya. “KPK harus klarifikasi apakah dalam konteks pemberian izin ada yg masuk ke pribadi, sehingga cara-cara Walhi yang ekspose langsung nama orang, tidak terulang kembali. “Kalau soal pengukuran itu teknis di lapangan. Kalau ada kelebihan, bisa dideliniasi”. Ka'ban merasa heran dengan Walhi yang mempertanyakan perluasan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dari hutan produksi menjadi kawasan hutan nasional. “HPH dicabut menjadi area nasional, kenapa digugat oleh Walhi. Aneh, “ ujarnya. Walhi bersama Komite Anti Penghancuran Hutan Indonesia (KAPHI), Jum’at (19/2) melaporkan MS Ka’ban, Gubernur Riau Rusli Zainal dan sejumlah pejabat publik terkait ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait indikasi korupsi penerbitan izin HTI PT RAPP. Kedua pejabat itu diduga ikut terlibat dalam penyimpangan penerbitan IUPHHK-HT untuk perusahaan kayu di Riau. Selain Riau, Walhi juga melaporkan PT RAPP di Sumatera Utara tepatnya di Padang Lawas yang memiliki luas 300.000 ha. Melalui anak perusahaannya yaitu PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) seluas 65.000 ha, dan PT. Sumatera Silva Lestari (SSL) 42.000 ha, Walhi mendesak KPK untuk melakukan penyidikan hukum utamanya pada pemilik izin konsesi yang diduga memberi gratifikasi kepada pejabat publik yang mengeluarkan izin HTI. “Padahal Pansus DPRD Kabupaten Padang Lawas dan Bupati sudah menyatakan bahwa izin HTI tersebut illegal dan merekomendasikan dicabut, pada tahun 2009, “ ujar Deddy Ratih dari Walhi.[b](ad/rls)

Berita Lainnya

Index