Pemerintah Harus Serius Bertindak Mengatasi Perubahan Iklim

PEKANBARU (RiauInfo) - Mengikuti pembukaan Perundingan PBB tentang Iklim di Poznan, Greenpeace Selasa (2/12) ini menuntut pemerintah negara-negara dunia untuk serius mengambil tindakan nyata untuk menghindari bencana iklim. 

Organisasi lingkungan global menandai pembukaan perundingan dengan memasang patung setinggi tiga meter yang menggambarkan bumi berada dalam ambang kehancuran akibat 'gelombang besar' CO2. Patung tentang 'Planet Bumi: Titik Tak-Terpulihkan' atau tipping point, memperlihatkan planet yang rapuh terpuruk di bawah 'gelombang' raksasa yang terbuat dari kayu dan batu bara. Menurut Rilis yang diterima RiauInfo dari Arief Wicaksono, Penasehat Politik Greenpeace Asia Tenggara, patung Ini akan tetap berada disana sebagai pengingat para juru runding setiap hari bahwa taruhan mereka tidak boleh lebih tinggi. "Dampak perubahan iklim ternyata melebihi perkiraan para ilmuan" ungkap Arief Wicaksono, Penasehat Politik Greenpeace Asia Tenggara, "Namun kepemimpinan dalam perundingan ini masih belum terlihat. Seperti halnya peserta lain, pemerintah Indonesia harus memahami kegentingan dari krisis dan serius untuk mengambil tindakan" tambahnya. Tahun lalu, setelah para ilmuan merampungkan laporan yang mengejutkan menggambarkan masa depan yang suram di bawah pengaruh perubahan iklim, pemerintah negara-negara peserta Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali berjanji untuk merampungkan perjanjian pada Desember 2009 di Kopenhagen untuk menyelamatkan iklim. Satu tahun berlalu, emisi gas rumah kaca akan terus meningkat dan lelehnya es baik di kutub selatan maupun utara telah melebihi skenario terburuk para ilmuan. Namun belum ada kemajuan yang jelas pada perundingan. Secara harafiah, jutaan kehidupan berada dalam resiko, bersama dengan konsekuensi kehancuran ekonomi dan kepunahan spesies. Saat ini Indonesia kehilangan hutan lebih cepat dari negara pemilik hutan lainnya. Menurut FAO (2006) Sedikitnya Indonesia kehilangan 1.8 juta hektar pertahun, menempatkan Indonesia salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar. Sumber utama emisi rumah kaca Indonesia adalah penggundulan hutan dan pengeringan lahan gambut yang kaya akan karbon. Pada bulan Juli 2008 di pertemuan G8 di Hokaido, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membuat komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia dari penggundulan hutan pada tahun 2009. "enam bulan setelah komitmen Hokaido, kami melihat sedikit tindakan untuk mengurangi penggundulan hutan yang membabi buta ini. Kami mendesak Presiden Yudhoyono untuk segera menerapkan moratorium atas semua konversi hutan, termasuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri perkayuan dan hal lain yang mengarah pada penggundulan hutan," tambah Wicaksono. "Delegasi Indonesia di Poznan harus melakukan tindakan yang bertanggung jawab dengan mendukung tata kelola hutan yang berkelanjutan dan rehabilitasi hutan, tidak hanya mengejar 'dana kompensasi' yang hanya memberi keuntungan untuk industri perkayuan dan kelapa sawit, dan tidak melakukan apapun untuk menurunkan emisi" tegas Wicaksono. Greenpeace memperingatkan bahwa di Kopenhagen tahun depan perjanjian global harus dicapai untuk menyelamatkan iklim. Ini artinya kesepakatan yang memastikan emisi gas rumah kaca tertinggi pada tahun 2015, dan diturunkan secara dramatis.(ad)

Berita Lainnya

Index