PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) berkomitmen dalam mendukung terciptanya kondisi bumi yang lebih baik dengan menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Beberapa aksi nyata telah dilakukan PHR di tengah perannya sebagai penopang energi nasional. Apa saja aksi nyata tersebut?
Corporate Secretary PHR Rudi Ariffianto mengatakan, industri minyak dan gas (migas) menghadapi tantangan terjadinya peningkatan emisi secara gradual yang perlu dimitigasi di tengah pemenuhan target migas nasional. Meski demikian, berbagai upaya telah dilakukan PHR dalam upaya mendukung terciptanya lingkungan yang lebih baik dan dalam upaya mencapai Zero Routine Flaring (penurunan gas suar bakar) di tahun 2030.
“PHR memiliki komitmen yang tertuang di dalam HES Policy untuk menerapkan Environmental, Social and Governance (ESG) khususnya indikator yang terkait dengan penurunan emisi karbon,” kata Rudi, Jumat (19/5/2023).
Dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia, berbagai upaya dilakukan PHR. Di antaranya dengan memanfaatkan associated gas untuk kebutuhan gas kompresor dan gas turbin sehingga dapat mengurangi volume flaring (bakar suar). Untuk diketahui, potensi pemanfaatan total flaring saat ini maksimum sebanyak 200.000 ton CO2 dengan volume sekitar 5 mscfd (juta standar kaki kubik per hari).
“Kami juga berinisiatif untuk melakukan pengembangan energi terbarukan dengan didirikannya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang kami bangun di tengah kawasan produksi minyak nasional di area wilayah kerja Rokan yakni di Rumbai, Duri dan Dumai,” kata Rudi.
Selain itu, lanjut Rudi, PHR juga melakukan penjagaan kawasan hutan asli yang ada di area operasi PHR dan kompleks perumahan PHR di kawasan Rumbai, Duri dan Dumai dengan luas 200 hektare dalam mendukung penyerapan karbon.
“Jadi, di Riau ini secara umum suhunya panas, namun jika ada kesempatan berkunjungan ke kamp PHR di Rumbai, Duri dan Dumai akan bisa merasakan suasana yang berbeda. Karena kami menjaga hutan asli di sini, bahkan sehari-hari masih bisa berjumpa dengan hewan liar seperti kera, babi hutan dan lain-lain. Ini upaya kami dalam menjaga kelestarian hutan yang luasnya ratusan hektare dan menjadi kontribusi untuk memotong CO2,” jelas Rudi.
PHR juga berkolaborasi dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Riau melakukan program konservasi hutan mangrove dan memanfaatkannya sebagai Kawasan Ecoeduwisata Bandar Bakau di Dumai. Langkah nyata lainnya yakni, PHR melakukan pembangunan pengolahan air terproduksi berbasis Natural Based Solution (NBS) berupa constructed wetland atau lahan basah buatan untuk pengolahan air limbah.
“Wetland dengan operasi 4 unit yang bisa menghemat energi hingga 1,6 juta KWH per bulan. Ke depan, dengan pembangunan wetland di 15 stasiun pengumpul yang bisa menghemat energi hingga 6,3 juta KWH per bulan,” kata Rudi.
PHR juga melakukan restorasi Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) dan ecoriparian di Universitas Lancang Kuning serta pendaftaran aksi mitigasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan penyusunan Panduan Pengembangan Dokumen dan Rancangan Aksi (Pedoman DRAM) sebagai bagian dari perhitungan carbon credit PHR.
“Kami juga melakukan pembangunan green building untuk fasilitas HSSE training di kompleks perumahan PHR di Rumbai dan Duri berikut dengan proses sertifikasi EDGE dan greenship fasilitas tersebut,” katanya.
Rudi menambahkan, lewat program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), PHR juga fokus dalam pelestarian keanekaragaman hayati dalam upaya menciptakan lingkungan bumi yang lebih baik. Di antaranya, membuat program Bank Sampah yang melibatkan masyarakat untuk mendaur ulang sampah menjadi produk turunan yang bermanfaat. Selain itu, PHR juga melakukan kegiatan konservasi gajah di mana bertujuan untuk pemulihan habitat gajah, pengayaan pakan dan memitigasi keberadaan dan konflik antara gajah dengan manusia dengan memasangkan alat Global Positioning System (GPS).
Tak hanya itu, lanjut Rudi, PHR juga membuat program Desa Energi Berdikari di WK Rokan yang fokus pada dukungan terhadap kemandirian energi di tingkat masyarakat desa. Salah satunya adalah melalui pemanfaatan dan pengembangan energi baru dan terbarukan. PHR juga membuat Program Kampung Iklim (Proklim) yang merupakan kegiatan pengendalian perubahan iklim berbasis komunitas berupa penguatan kelembagaan baik berupa inventarisasi data pendukung, studi banding, monitoring dan evaluasi serta publikasi program hingga pelaksanaan kegiatan.
“Seluruh kegiatan dan program yang dilakukan PHR ini merupakan ikhtiar nyata dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia untuk menciptakan iklim lingkungan yang lebih baik untuk kita dan generasi mendatang,” kata Rudi.